Hari Terakhir Seorang
Residivis
Namaku Franz,inilah
sepucuk surat yang aku tulis untukmu wahai para pencari keadilan.Aku adalah
seorang laki-laki yang dilahirkan untuk merampok dan membunuh,keluar masuk
penjara bukanlah suatu hal yang asing bagiku.Dari mulai Salemba,Tanjung Gusta
dan terakhir Nusakambangan,tempat dimana aku akan di eksekusi mati karena kasus
narkoba.Semua kamar-kamar busuk itu seakan bagaikan rumah yang nyaman untuku,tempat
dimana aku akan kembali saatku telah lelah bekerja,dan menjadi tempatku
menghentikan catatan kriminal.Aku menikmati jalan hidupku,aku adalah raja semua
kejahatan yang tak pernah lupa untuk kubanggakan.Semua orang di penjara menghormatiku,tentu
ini wajar.Di dunia hitam tidak ada orang yang tak mengenalku “franz si harimau
jawa”,begitu teman-teman menamaiku.Tentu memori publik masih mengingat,ketika
aku melakukan perampokan terhadap rombongan jamaah haji.Semua stasiun TV dan
surat kabar ramai-ramai mengabarkanku,mereka semua terheran-heran dengan
kekejamanku yang kini benar-benar aku sesali.Aku membunuh 10 orang dari
rombongan haji itu,yang diantaranya adalah seorang nenek yang sudah tua renta.Aku
pernah bangga dengan hidupku,saat aku memiliki teman-teman yang dengan setia
mengikutiku.Kita merampok bersama,mabok bersama,dan pesta dengan para
gadis-gadis jelita.Tak pernah aku mengeluh karena lapar atau kekurangan
uang,kenikmatan apa yang belum pernah aku rasakan.Semua kenikmatan itu,dulu
semuanya adalah miliku dan tak mungkin kuberikan pada yang lain.Tapi sebuah
kisah yang tak mereka tau,bahwa semua kekejaman itu tidak datang dengan
sendirinya.Lingkungan sosialku yang membuatku menjadi seorang residivis,menjadi
seorang pembunuh berdarah dingin yang kejam dan tak beradab.Aku lahir dari
keluarga yang amat sangat miskin,aku tidak memiliki seorang ayah dan tak
merasakan kasih sayangnya.Ayahku meninggal ? tidak,kawin lagi ? tidak,kalian
semua salah menebak masa kecilku.Ibuku adalah seorang pelacur,dan aku tak
mengerti siapa ayahku.Begitu banyak laki-laki yang menikmati keindahan tubuh
ibuku,dan aku tidak berhak memilih ayah dari sekian banyak lelaki itu.Setiap
hari aku makan dengan uang haram,dan aku minum asi dari puting susu bekas
gigitan orang.Benar-benar masa kecil yang liar,dan aku tidak mengerti apapun
kecuali cara-cara membela harga diriku.Di usia 15 tahun,ibuku meninggal.Dia di bunuh
oleh sekelompok preman yang ingin menikmati tubuh ibuku dengan gratis,dan
kalian tentu mengerti betapa marahnya seorang pemuda liar ini.Aku mencari
orang-orang itu seorang diri,hanya ditemani sebilah pedang dan keberanianku.Dan
akhirnya aku berhasil menbunuhnya,di situlah kemampuan membunuhku mulai
terlatih dan akan menjadi satu-satunya keahlianku.Hari-hari berikutnya aku
terus melakukan kejahatan,hanya untuk mengisi perutku agar dapat terus
hidup.Mulai dari mencopet,mecuri,merampok,dan terakhir adalah mengedarkan
narkoba.Satu kejahatan yang membuatku harus dihukum mati,dan menjadi sebab
dimana aku harus kecewa dengan hidupku.Pekerjaan ini sudah aku tekuni selama 3
tahun terakhir,dan telah memberikanku sebuah kebahagian yang tiada tara.Sekelompok
polisi menangkapku saat sedang melakukan transaksi 5 kg sabu-sabu di suatu
apartemen di Jakarta,aku tak bisa melawan,seluruh tubuhku mendadak menjadi
lemas tak berdaya.Setelah menjalani serangkaian proses hukum akhirnya
pengadilan menetapkan bahwa aku harus di pidana mati,aku depresi berat saat itu
ketakutan secara tiba-tiba muncul dalam hidupku.Dalam anganku seperti melihat
bayang-bayang api yang begitu panas dan telah menunggu untuk secepatnya
memangsaku,untuk pertama kalinya aku bisa berfikir tentang kematian.Dan kini sisa-sisa
hidupku ditahanan aku habiskan hanya untuk menyembah tuhan,hanya itu yang bisa
aku lakukan untuk menenangkan diri.Namun aku merasa ada yang belum lengkap dari
keisyafanku ini,ingin sekali aku berbuat baik pada mereka yang dulu pernah aku
lukai.Besar harapanku untuk mengabdi pada kemanusian,tapi negara telah
memutuskan bahwa besok aku harus mati.Aku telah rela bahwa aku memang pantas
mendapat penderitaan,tapi aku tidak akan rela bila aku tidak dapat berbuat baik
pada mereka yang dulu pernah sakit hati padaku.Inilah kisah singkatku,Franz
seorang residivis.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar